Jumat, 23 Desember 2016

PENGARUH KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP MANAJEMEN LABA

Teori Kebijakan Dividen

Ada tiga argumentasi mengenai kebijakan dividen yang berkaitan dengan nilai perusahaan yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Hal itu terjadi karena dividen masih merupakan hal yang membingungkan (dividend puzzle). Argumentasi tersebut dikemukakan oleh Miller dan Modigliani, Lintner dan Gordon, serta Litzenberger dan Ramaswamy (Hartono, 2000) dan dapat dijelaskan dengan, (1) Dividen tidak relevan, teori Modigliani dan Miller ini menyatakan bahwa pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham, (2) Dividen dapat meningkatkan kesejahtera an pemegang saham. Gordon dan Lintner mengemukakan argumentasi nya bahwa semakin tinggi dividend pay out ratio, maka semakin tinggi nilai perusahaan. Investor lebih senang menerima pembayaran dividen pada masa sekarang dibandingkan menunggu capital again dari laba ditahan. Pandangan Gorden- Lintner ini oleh Modigliani-Miller diberi nama the bird in the hand fallacy, yang dikenal dengan bird in the hand theory, dan (3) Dividen menurunkan tingkat kesejahteraan pemegang saham. Pandangan Litzenberger dan Ramaswamy ini dikenal dengan tax different theory, yang mengemukakan bahwa semakin tinggi dividend pay out ratio suatu perusahaan maka nilai perusahaan semakin rendah.

Hal ini didasari pada pemikiran bahwa pajak yang dikenakan terhadap capital gain lebih rendah daripada pajak dividen. Ketiga pandangan dalam teori kebijakan dividen tersebut ternyata saling bertentangan atau terjadi kontroversial. Pandangan Modigliani-Miller menyatakan bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan apa pun yang diambil tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Gordon dan Lintner menyarankan agar perusahaan membagi dividen yang tinggi, pendapat yang ketiga menyarankan perusahaan untuk membagi kan dividen yang rendah atau tidak membagikan dengan tujuan mengurangi biaya modal dan menaikkan nilai perusahaan.

Konsep Good Corporate Governace (GCG) Tujuan GCG adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban, serta menetapkan sistem pengelolaan yang mendorong dan mempromosikan kreativitas dan kewira usahaan yang progresif. Pedoman GCG yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi acuan dalam penerapan GCG di Indonesia yang memuat prinsip dan aturan: (1) hak pemegang saham dan prosedur RUPS, (2) tanggung jawab dan komposisi dewan komisaris, (3) tugas dan komposisi direksi, (4) pengaturan sistem audit, baik eksternal maupun komite audit, (5) fungsi sekretaris perusahaan sebagai mediator dengan investor, (6) pengaturan pihak- pihak yang berkepentingan, (7) adanya keterbukaan, (8) kewajiban menjaga kerahasiaan informasi oleh komisaris dan direksi, (9) pengaturan tentang informasi dari orang dalam, (10) prinsip mengatur etika berusaha dan antikorupsi, (11) prinsip mengatur donasi, (12) prinsip yang mengatur tentang kepatuhan pada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan, dan (13) prinsip pengaturan kesempatan kerja yang sama mengenai hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan, bukan berdasarkan faktor lainnya.

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek- proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).

Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurun kan konflik keagenan. Fama dan Jensen (1983) menyata kan bahwa non-executive director  (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Mekanisme corporate governance diukur dari komposisi Dewan Komisaris Independen. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Proporsi dewan komisaris independen dapat diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Ujiyanto dan Pramuka, 2007).

Manajemen Laba

 Adanya praktik manajemen laba dalam pengelolaan perusahaan oleh manajer dapat dijelaskan berdasarkan agency theory. Pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik, kreditor, karyawan) akan berperilaku oportunis karena pada dasarnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Scott (2003:368) mendefinisikan manajemen laba adalah “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example,GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”, yang mengandung arti bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (2003:283) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua, yaitu (1) perspektif perilaku oportunis manajer karena manajer selalu berusaha memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management) dan (2) perspektif efficient contracting (efficient earnings management) karena manajemen laba memberikan manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba. Scott (2003:383--384) menjelaskan beberapa pola manajemen laba, yang dapat dilakukan oleh manajemen, yaitu: (1) “Taking a bath.” Cara ini dilakukan dalam periode di mana terjadi organizational stress atau reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Jika perusahaan harus melaporkan rugi maka manajer terdorong untuk melaporkan rugi yang sekalian besar dengan cara melakukan penghapusan aktiva atau pembuatan cadangan untuk biaya masa mendatang. Cara ini meningkatkan kemungkinan melaporkan laba yang lebih tinggi, dan memperoleh bonus, di masa mendatang, (2) Minimalisasi laba. Cara ini serupa namun tidak seekstrem taking a bath. Biasanya dilakukan dalam kondisi laba tinggi oleh perusahaan yang memiliki visibilitas politis yang tinggi (3) Maksimalisasi laba. Manajer melakukan hal ini dengan tujuan mengejar bonus, dan akan dilakukan sepanjang tidak menyebabkan laba laporan lebih tinggi daripada batas atas skema bonus. Perusahaan yang mendekati batas pelanggaran debt covenant juga cenderung memaksimalkan laba (4) Perataan laba.

Pola ini mungkin merupakan pola manajemen laba yang paling menarik. Dari penelitian Healy (1985) terlihat bahwa manajer memiliki insentif untuk meratakan laba agar tetap berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap) skema bonus. Di samping itu, manajer yang risk-averse lebih menyukai laba yang tidak terlalu berfluktuasi sehingga juga cenderung melakukan perataan laba. Motivasi lain yang dapat menyebabkan manajer melakukan perataan laba adalah keinginan untuk meratakan rasio-rasio debt covenant, mengurangi kemungkinan dipecat, dan mengkomunikasikan informasi mengenai prospek perusahaan kepada investor.

Pengembangan Hipotesis Studi Mengenai Kebijakan Dividen dan Manajemen Laba

Dewenter et al. (2000) menguji perbedaan konflik antara manajemen dan pemegang saham atas kebijakan dividen di Jepang dan Amerika Serikat. Permasalahan yang diteliti adalah tingkat asimetri informasi mengenai kandungan informasi pengumuman dividen dan konflik keagenan. Temuan penelitian ini adalah konflik keagenan di Jepang lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masalah keagenan berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Achmad (2007) mencoba kembali membuktikan kebenaran motivasi manajemen melakukan tindakan manajemen laba yang dituangkan dalam 3 (tiga) hipotesis dari positive accounting theory, yaitu the bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan the political cost hypothesis (size hypothesis). Watt dan Zimmerman (1986: 257--262) dengan seting perusahaan yang ada di Indonesia. Data yang dianalisis adalah laporan keuangan periode 2003--2005 dengan ordinary least square regression analysis. Setelah dianalisis secara statistik penelitian dilanjutkan dengan melakukan investigasi langsung ke perusahaan yang discretionary accrualls-nya ekstrim. Hasil temuan memberikan dukungan pada hipotesis utang dan politikal proses. Rencana bonus tidak berpengaruh pada manajemen laba.

Achmad (2007) menyatakan bahwa motivasi rencana bonus, perjanjian utang, dan biaya politik merupakan motivasi manajemen laba yang berlaku umum (bernilai global) dalam praktik-praktik bisnis pengelolaan perusahaan. Hasil investigasi terhadap perusahaan yang dijadikan sampel dalam investigasi menemukan beberapa alasan manajer melakukan tindakan manajemen laba antara lain. (1) pembayaran pajak, (2) penggeseran kinerja (sebagai akibat biaya politik), (3) laba dari restrukturisasi utang, (4) kesinambungan usaha, (5) motivasi rencana bonus, (6) pembayaran dividen, dan (7) debt covenant. Hasil temuan Achmad (2007) masih memiliki kelemahan. Pertama, sampel perusahaan tidak dikontrol antara perusahaan yang terindikasi melakukan manajemen laba secara ekstrem dengan perusahaan yang tidak mengelola laba. Kedua, penelitian menggunakan sampel hanya 83 perusahaan sehingga model prediksi discretonary accruals yang dihasilkan relatif masih lemah. Ketiga, investigasi praktik manajemen laba menghasilkan motivasi dan strategi yang bersifat indikasi dan bukan pembuktian yang dapat dijadikan dasar dalam penilaian kewajaran suatu transaksi secara ekonomi dan hukum. Penelitian yang menganalisis hubungan kebijakan dividen dengan manajemen laba seperti yang dilakukan oleh Savov (2006). Tujuan penelitiannya adalah mengembangkan analisis pada manajemen laba untuk menguji hubungan interaksi antara perilaku pelaporan perusahaan, kebijakan dividen dan investasi, dan kesalahan penentuan harga saham (stock market mispricing) dan dua varibel tambahan, yaitu nilai pasar (market to book ratio) dan utang (debt). Penelitian dilakukan di perusahaan- perusahaan Jerman dengan menggunakan data laporan keuangan periode 1982-- 2003 dan menggunakan analisis regresi. Manajemen laba diproksi menggunakan dicretionary accrual dengan metode pengukuran yang diadopsi dari model modifikasian Jones (1991). Kebijakan dividen diukur dengan perubahan dividen yang berdasarkan Litner (1956) model.

Hasil penelitian menemukan bahwa investasi berhubungan positif dengan manajemen laba dan kebijakan dividen berhubungan secara negatif terhadap manajemen laba. Hasil temuan Savov (2006) menunjukkan bahwa kebijakan dividen berhubungan negatif terhadap manajemen laba. Artinya semakin tinggi dividen yang dibayarkan maka manajemen semakin menurunkan laba dengan cara melakukan manajemen laba dengan pola income decreasing. Berdasarkan beberapa uraian penelitian sebelumnya maka dapat diajukan hipotesis H1: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap manajemen laba.

Pengaruh kebijakan dividen (DPR) terhadap manajemen laba (ML)

Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan secara statistis signifikan bahwa kebijakan kebijakan dividen (DPR) ber pengaruh terhadap manajemen laba pada tingkat kepercayaan 95% atau Pvalue < 0,05. Hal itu, berarti bahwa hipotesis 1 didukung. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Achmad, 2007), (Kato at al., 2007), dan (Savov, 2006) yang menunjukkan bahwa kebijakan dividen (yang diproksi dengan DPR) berhubungan dengan manajemen laba dengan koefisien yang bertanda negatif.

Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa kebijakan dividen sebagai sumber konflik antara manajemen dan pemegang saham dapat mempengaruhi/ memotivasi manajemen melakukan tindakan manajemen laba. Semakin tinggi DPR berarti bahwa manajemen semakin menurunkan laba dengan melakukan tindakan manajemen laba dengan cara decreasing income. Hasil penelitian ini mendukung teori keagenan sebagai teori utama yang mendasari penelitian ini. Teori keagenan (Jensen dan Mckling, 1976) menjelaskan bahwa antara manajemen dan pemegang saham terbukti menimbulkan konflik karena kedua belak pihak, baik agen (manajemen) maupun prinsipal (pemegang saham) menginginkan mendapatkan keuntungan yang maksimal dari hubungan kontraktual ini.


Pada penelitian ini kebijakan dividen merupakan sumber konflik. Di satu sisi pemegang saham menginginkan dividen dibagi dalam jumlah besar (sesuai dengan bird in the hand theory), sedangkan manajemen menginginkan dividen dibagi dalam jumlah yang kecil (sesuai dengan teori dividen kas residual). Teori kas residual menjelaskan bahwa manajemen akan selalu berusaha agar dana yang dimiliki oleh perusahaan sedapat mungkin memberikan manfaat pada perusahaan (bukan kepada pemegang saham) sehingga alternatif pembagian dividen merupakan alternatif terakhir (Kaen, 2003). Manajemen mau membayar dividen jika tidak ada kesempatan berinvestasi yang menghasilkan net present value (NPV) yang positif pada masa yang akan datang. Berdasarkan teori dan hasil pengujian statistis terbukti bahwa adanya upaya manajemen menurun kan laba dengan cara melakukan manajemen laba dengan cara melakukan decreashing income.











sumber : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14124&val=951

Tidak ada komentar:

Posting Komentar