Rabu, 12 April 2017

Tugas softskill surat resmi

PT. MELINGKAR BAKTI
Jln. Sentosa No. 55 Bogor
Telp. 4321009
======================================================================

Nomor    : 0234/November/2016                                                    11 November 2016
Perihal     : Permohonan Rapat
Lampiran : -

Kepada:
Mr. Agus Saputra
Manajer Pemasaran
PT. MELINGKAR BAKTI

Dengan hormat,

Untuk merayakan upacara ulang tahun perusahaan kami, melalui surat ini kami mengundang semua manajer PT Melingkar Bakti untuk menghadiri rapat persiapan yang akan diselenggarakan pada:

Hari/tanggal : Senin/14 November 2016
Jam             : 9:00 - 12:00
Tempat        : Gedung Serba Guna

Karena Anda adalah seorang panitia dalam acara ini, kami berharap bahwa Anda akan dapat datang. Terima kasih atas perhatian Anda.

Sungguh-sungguh,


Sunardi
Ketua Panitia






















PT. MELINGKAR BAKTI
Jln. Sentosa No. 55 Bogor
Telephone. 4321009
======================================================================

Number   : 0234/November/2016                                                     11 November 2016
Subject    : Request Meeting
Appendix : -

To:
Mr. Agus Saputra
Marketing Manager
PT. MELINGKAR BAKTI

With respect,

Ceremony to celebrate the birthday of our company, through this letter we invite all managers PT Melingkar Bakti to attend the preparatory meeting to be held on:

Day/Date : Monday / 14 November 2016
Hours      : 9:00 to 12:00
Place       : Multipurpose Building

Since you are an organizer in this event, we hope that you will be able to come. Thank you for your attention.

Sincerely,


Sunardi
chairman of the committee





Sumber :  http://www.contohsurat123.com/2016/11/contoh-surat-resmi-dalam-bahasa-inggris.html#ixzz4e2iM8TyE

Sabtu, 11 Maret 2017

artikel

Jokowi calls on people to stop using mercury for mining

Jakarta | Fri, March 10, 2017 | 08:47 pm

Jokowi calls on people to stop using mercury for mining
President Joko "Jokowi" Widodo (left) and Vice President Jusuf Kalla lead a Cabinet meeting at the Presidential Office in Jakarta on Feb. 16. (Antara/Wahyu Putro A)

President Joko “Jokowi” Widodo has instructed all relevant parties to stop the use of mercury in small mining operations because of its dangerous effects on human beings.
The President said the use of mercury in various industries, including small gold mines, could cause environmental damage and had a bad impact on the health of miners and people living around the mining areas.
“I’ve received a lot of information that the use of mercury in 850 mines has resulted in very dangerous pollution. It’s not only dangerous for the health of 250,000 miners, but also has an impact on the health of their families, especially children, and people in surrounding areas,” said Jokowi as quoted by Antara. He was speaking during a limited Cabinet meeting at the Presidential Office in Jakarta on Thursday afternoon.
As one of the countries that signed the Minamata Convention in Kumamoto, Japan, on Oct. 10, 2013, Jokowi said,  Indonesia should not allow the use of mercury in mining to continue.
Jokowi give a seven-point instruction to all Cabinet ministers on how to handle the problem. In one point, the President asked all relevant institutions to improve the management of people’s mining and small gold mines both inside and outside of forest areas.
“The use of mercury in people’s mines must be stopped and this should be prohibited,” he said.
Jokowi also asked for the use of mercury to be tightly monitored. He called for oversight over mercury distribution because what people were using for mining was mostly imported illegally. Medical assistance must be provided to people exposed to mercury. (hol/ebf)

Jokowi mengajak masyarakat untuk berhenti menggunakan merkuri untuk pertambangan

Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah menginstruksikan semua pihak terkait untuk menghentikan penggunaan merkuri dalam operasi pertambangan kecil karena efek berbahaya pada manusia.
Presiden mengatakan penggunaan merkuri di berbagai industri, termasuk tambang emas kecil, bisa menyebabkan kerusakan lingkungan dan memiliki dampak buruk pada kesehatan penambang dan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan.
"Saya telah menerima banyak informasi bahwa penggunaan merkuri di 850 tambang telah menghasilkan polusi yang sangat berbahaya. Ini tidak hanya berbahaya bagi kesehatan 250.000 penambang, tetapi juga memiliki dampak pada kesehatan keluarga mereka, terutama anak-anak, dan orang-orang di sekitarnya, "kata Jokowi seperti dikutip Antara. Dia berbicara dalam pertemuan terbatas Kabinet di Kantor Presiden di Jakarta, Kamis sore.
Sebagai salah satu negara yang menandatangani Konvensi Minamata di Kumamoto, Jepang, pada 10 Oktober 2013, Jokowi mengatakan, Indonesia seharusnya tidak mengizinkan penggunaan merkuri di pertambangan untuk melanjutkan.
Jokowi memberikan instruksi tujuh poin atas semua menteri Kabinet tentang bagaimana untuk menangani masalah tersebut. Dalam satu titik, Presiden meminta semua instansi terkait untuk meningkatkan pengelolaan pertambangan dan kecil tambang emas rakyat baik di dalam dan di luar kawasan hutan.
"Penggunaan merkuri di tambang rakyat harus dihentikan dan ini harus dilarang," katanya.
Jokowi juga meminta penggunaan merkuri dipantau ketat. Dia menyerukan pengawasan atas distribusi merkuri karena apa yang orang gunakan untuk pertambangan sebagian besar diimpor secara ilegal. bantuan medis harus diberikan kepada orang yang terkena merkuri. (Hol / EBF)


Jumat, 23 Desember 2016

PENGARUH KEBIJAKAN DEVIDEN TERHADAP MANAJEMEN LABA

Teori Kebijakan Dividen

Ada tiga argumentasi mengenai kebijakan dividen yang berkaitan dengan nilai perusahaan yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Hal itu terjadi karena dividen masih merupakan hal yang membingungkan (dividend puzzle). Argumentasi tersebut dikemukakan oleh Miller dan Modigliani, Lintner dan Gordon, serta Litzenberger dan Ramaswamy (Hartono, 2000) dan dapat dijelaskan dengan, (1) Dividen tidak relevan, teori Modigliani dan Miller ini menyatakan bahwa pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham, (2) Dividen dapat meningkatkan kesejahtera an pemegang saham. Gordon dan Lintner mengemukakan argumentasi nya bahwa semakin tinggi dividend pay out ratio, maka semakin tinggi nilai perusahaan. Investor lebih senang menerima pembayaran dividen pada masa sekarang dibandingkan menunggu capital again dari laba ditahan. Pandangan Gorden- Lintner ini oleh Modigliani-Miller diberi nama the bird in the hand fallacy, yang dikenal dengan bird in the hand theory, dan (3) Dividen menurunkan tingkat kesejahteraan pemegang saham. Pandangan Litzenberger dan Ramaswamy ini dikenal dengan tax different theory, yang mengemukakan bahwa semakin tinggi dividend pay out ratio suatu perusahaan maka nilai perusahaan semakin rendah.

Hal ini didasari pada pemikiran bahwa pajak yang dikenakan terhadap capital gain lebih rendah daripada pajak dividen. Ketiga pandangan dalam teori kebijakan dividen tersebut ternyata saling bertentangan atau terjadi kontroversial. Pandangan Modigliani-Miller menyatakan bahwa tidak ada kebijakan dividen yang optimal karena kebijakan apa pun yang diambil tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Gordon dan Lintner menyarankan agar perusahaan membagi dividen yang tinggi, pendapat yang ketiga menyarankan perusahaan untuk membagi kan dividen yang rendah atau tidak membagikan dengan tujuan mengurangi biaya modal dan menaikkan nilai perusahaan.

Konsep Good Corporate Governace (GCG) Tujuan GCG adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan dan pemegang saham dengan mengembangkan transparansi, kepercayaan dan pertanggungjawaban, serta menetapkan sistem pengelolaan yang mendorong dan mempromosikan kreativitas dan kewira usahaan yang progresif. Pedoman GCG yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi acuan dalam penerapan GCG di Indonesia yang memuat prinsip dan aturan: (1) hak pemegang saham dan prosedur RUPS, (2) tanggung jawab dan komposisi dewan komisaris, (3) tugas dan komposisi direksi, (4) pengaturan sistem audit, baik eksternal maupun komite audit, (5) fungsi sekretaris perusahaan sebagai mediator dengan investor, (6) pengaturan pihak- pihak yang berkepentingan, (7) adanya keterbukaan, (8) kewajiban menjaga kerahasiaan informasi oleh komisaris dan direksi, (9) pengaturan tentang informasi dari orang dalam, (10) prinsip mengatur etika berusaha dan antikorupsi, (11) prinsip mengatur donasi, (12) prinsip yang mengatur tentang kepatuhan pada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan, dan (13) prinsip pengaturan kesempatan kerja yang sama mengenai hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan, bukan berdasarkan faktor lainnya.

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek- proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).

Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurun kan konflik keagenan. Fama dan Jensen (1983) menyata kan bahwa non-executive director  (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi di antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Mekanisme corporate governance diukur dari komposisi Dewan Komisaris Independen. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004). Proporsi dewan komisaris independen dapat diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran anggota dewan komisaris perusahaan (Ujiyanto dan Pramuka, 2007).

Manajemen Laba

 Adanya praktik manajemen laba dalam pengelolaan perusahaan oleh manajer dapat dijelaskan berdasarkan agency theory. Pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik, kreditor, karyawan) akan berperilaku oportunis karena pada dasarnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Scott (2003:368) mendefinisikan manajemen laba adalah “Given that managers can choose accounting policies from a set (for example,GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”, yang mengandung arti bahwa manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (2003:283) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua, yaitu (1) perspektif perilaku oportunis manajer karena manajer selalu berusaha memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management) dan (2) perspektif efficient contracting (efficient earnings management) karena manajemen laba memberikan manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba. Scott (2003:383--384) menjelaskan beberapa pola manajemen laba, yang dapat dilakukan oleh manajemen, yaitu: (1) “Taking a bath.” Cara ini dilakukan dalam periode di mana terjadi organizational stress atau reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Jika perusahaan harus melaporkan rugi maka manajer terdorong untuk melaporkan rugi yang sekalian besar dengan cara melakukan penghapusan aktiva atau pembuatan cadangan untuk biaya masa mendatang. Cara ini meningkatkan kemungkinan melaporkan laba yang lebih tinggi, dan memperoleh bonus, di masa mendatang, (2) Minimalisasi laba. Cara ini serupa namun tidak seekstrem taking a bath. Biasanya dilakukan dalam kondisi laba tinggi oleh perusahaan yang memiliki visibilitas politis yang tinggi (3) Maksimalisasi laba. Manajer melakukan hal ini dengan tujuan mengejar bonus, dan akan dilakukan sepanjang tidak menyebabkan laba laporan lebih tinggi daripada batas atas skema bonus. Perusahaan yang mendekati batas pelanggaran debt covenant juga cenderung memaksimalkan laba (4) Perataan laba.

Pola ini mungkin merupakan pola manajemen laba yang paling menarik. Dari penelitian Healy (1985) terlihat bahwa manajer memiliki insentif untuk meratakan laba agar tetap berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap) skema bonus. Di samping itu, manajer yang risk-averse lebih menyukai laba yang tidak terlalu berfluktuasi sehingga juga cenderung melakukan perataan laba. Motivasi lain yang dapat menyebabkan manajer melakukan perataan laba adalah keinginan untuk meratakan rasio-rasio debt covenant, mengurangi kemungkinan dipecat, dan mengkomunikasikan informasi mengenai prospek perusahaan kepada investor.

Pengembangan Hipotesis Studi Mengenai Kebijakan Dividen dan Manajemen Laba

Dewenter et al. (2000) menguji perbedaan konflik antara manajemen dan pemegang saham atas kebijakan dividen di Jepang dan Amerika Serikat. Permasalahan yang diteliti adalah tingkat asimetri informasi mengenai kandungan informasi pengumuman dividen dan konflik keagenan. Temuan penelitian ini adalah konflik keagenan di Jepang lebih rendah dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa masalah keagenan berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

Achmad (2007) mencoba kembali membuktikan kebenaran motivasi manajemen melakukan tindakan manajemen laba yang dituangkan dalam 3 (tiga) hipotesis dari positive accounting theory, yaitu the bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan the political cost hypothesis (size hypothesis). Watt dan Zimmerman (1986: 257--262) dengan seting perusahaan yang ada di Indonesia. Data yang dianalisis adalah laporan keuangan periode 2003--2005 dengan ordinary least square regression analysis. Setelah dianalisis secara statistik penelitian dilanjutkan dengan melakukan investigasi langsung ke perusahaan yang discretionary accrualls-nya ekstrim. Hasil temuan memberikan dukungan pada hipotesis utang dan politikal proses. Rencana bonus tidak berpengaruh pada manajemen laba.

Achmad (2007) menyatakan bahwa motivasi rencana bonus, perjanjian utang, dan biaya politik merupakan motivasi manajemen laba yang berlaku umum (bernilai global) dalam praktik-praktik bisnis pengelolaan perusahaan. Hasil investigasi terhadap perusahaan yang dijadikan sampel dalam investigasi menemukan beberapa alasan manajer melakukan tindakan manajemen laba antara lain. (1) pembayaran pajak, (2) penggeseran kinerja (sebagai akibat biaya politik), (3) laba dari restrukturisasi utang, (4) kesinambungan usaha, (5) motivasi rencana bonus, (6) pembayaran dividen, dan (7) debt covenant. Hasil temuan Achmad (2007) masih memiliki kelemahan. Pertama, sampel perusahaan tidak dikontrol antara perusahaan yang terindikasi melakukan manajemen laba secara ekstrem dengan perusahaan yang tidak mengelola laba. Kedua, penelitian menggunakan sampel hanya 83 perusahaan sehingga model prediksi discretonary accruals yang dihasilkan relatif masih lemah. Ketiga, investigasi praktik manajemen laba menghasilkan motivasi dan strategi yang bersifat indikasi dan bukan pembuktian yang dapat dijadikan dasar dalam penilaian kewajaran suatu transaksi secara ekonomi dan hukum. Penelitian yang menganalisis hubungan kebijakan dividen dengan manajemen laba seperti yang dilakukan oleh Savov (2006). Tujuan penelitiannya adalah mengembangkan analisis pada manajemen laba untuk menguji hubungan interaksi antara perilaku pelaporan perusahaan, kebijakan dividen dan investasi, dan kesalahan penentuan harga saham (stock market mispricing) dan dua varibel tambahan, yaitu nilai pasar (market to book ratio) dan utang (debt). Penelitian dilakukan di perusahaan- perusahaan Jerman dengan menggunakan data laporan keuangan periode 1982-- 2003 dan menggunakan analisis regresi. Manajemen laba diproksi menggunakan dicretionary accrual dengan metode pengukuran yang diadopsi dari model modifikasian Jones (1991). Kebijakan dividen diukur dengan perubahan dividen yang berdasarkan Litner (1956) model.

Hasil penelitian menemukan bahwa investasi berhubungan positif dengan manajemen laba dan kebijakan dividen berhubungan secara negatif terhadap manajemen laba. Hasil temuan Savov (2006) menunjukkan bahwa kebijakan dividen berhubungan negatif terhadap manajemen laba. Artinya semakin tinggi dividen yang dibayarkan maka manajemen semakin menurunkan laba dengan cara melakukan manajemen laba dengan pola income decreasing. Berdasarkan beberapa uraian penelitian sebelumnya maka dapat diajukan hipotesis H1: Kebijakan dividen berpengaruh terhadap manajemen laba.

Pengaruh kebijakan dividen (DPR) terhadap manajemen laba (ML)

Hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan secara statistis signifikan bahwa kebijakan kebijakan dividen (DPR) ber pengaruh terhadap manajemen laba pada tingkat kepercayaan 95% atau Pvalue < 0,05. Hal itu, berarti bahwa hipotesis 1 didukung. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Achmad, 2007), (Kato at al., 2007), dan (Savov, 2006) yang menunjukkan bahwa kebijakan dividen (yang diproksi dengan DPR) berhubungan dengan manajemen laba dengan koefisien yang bertanda negatif.

Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa kebijakan dividen sebagai sumber konflik antara manajemen dan pemegang saham dapat mempengaruhi/ memotivasi manajemen melakukan tindakan manajemen laba. Semakin tinggi DPR berarti bahwa manajemen semakin menurunkan laba dengan melakukan tindakan manajemen laba dengan cara decreasing income. Hasil penelitian ini mendukung teori keagenan sebagai teori utama yang mendasari penelitian ini. Teori keagenan (Jensen dan Mckling, 1976) menjelaskan bahwa antara manajemen dan pemegang saham terbukti menimbulkan konflik karena kedua belak pihak, baik agen (manajemen) maupun prinsipal (pemegang saham) menginginkan mendapatkan keuntungan yang maksimal dari hubungan kontraktual ini.


Pada penelitian ini kebijakan dividen merupakan sumber konflik. Di satu sisi pemegang saham menginginkan dividen dibagi dalam jumlah besar (sesuai dengan bird in the hand theory), sedangkan manajemen menginginkan dividen dibagi dalam jumlah yang kecil (sesuai dengan teori dividen kas residual). Teori kas residual menjelaskan bahwa manajemen akan selalu berusaha agar dana yang dimiliki oleh perusahaan sedapat mungkin memberikan manfaat pada perusahaan (bukan kepada pemegang saham) sehingga alternatif pembagian dividen merupakan alternatif terakhir (Kaen, 2003). Manajemen mau membayar dividen jika tidak ada kesempatan berinvestasi yang menghasilkan net present value (NPV) yang positif pada masa yang akan datang. Berdasarkan teori dan hasil pengujian statistis terbukti bahwa adanya upaya manajemen menurun kan laba dengan cara melakukan manajemen laba dengan cara melakukan decreashing income.











sumber : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14124&val=951

Kamis, 10 November 2016

ETIKA DALAM PASAR OLIGOPOLI

Pasar oligopoli adalah pasar yang didalamnya terdapat beberapa penjual terhadap 1 komoditi sehingga tindakan 1 penjual akan mempengaruhi tindakan penjual lainnya. Jika produknya homogen disebut oligopoli murni (pure oligopoly). Jika produknya berbeda corak disebut oligopoli beda corak (differentiated oligopoly).
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas.
Asumsi yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga, kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.
Pasar oligopoli model kurva patah diformulasikan oleh Sweezy. Dalam model ini keseimbangan perusahaan ditentukan pada waktu garis permintaan yang dihadapi produsen patah. Karena pada tingkat ini berarti MR yang dihadapi produsen sama besar dengan MC-nya, memang secara umum dapatlah diutarakan bahwa kurva MR dapat berpotongan dengan kurva MC di mana saja pada bagian kurva MR yang patah. Hal ini bermakna bahwa adanya perubahan struktur biaya produksi tidak akan berpengaruh terhadap tingkat output dan harga keseimbangan perusahaan. Berbentuk patah kurva permintaan yang dihadapi oligopolis ini mencerminkan perilaku oligopolis di pasar, yaitu apabila ia menurunkan tingkat harga jual, maka ia mengharapkan produsen pesaingnya akan mengikuti kebijaksanaannya. Akan tetapi kalau ia menaikkan harga jual maka produsen pesaingnya tidak akan mengikuti kebijaksanaan. Bentuk kurva permintaan yang patah adalah manifestasi dari adanya ketidakpastian oligopolis terhadap perkiraan perusahaan pesaing apabila ia menurunkan tingkat harga jual. Model ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa dalam pasar oligopoli tingkat harga output yang terjadi di pasar cenderung tetap tidak berubah-ubah.
Menurut Sweezy, ciri reaksi oligopolis jika terjadi perubahan harga adalah jika suatu oligopolis menurunkan harga maka oligopolis cenderung juga akan menurunkan harga karena tidak mau kehilangan konsumen dan  jika oligopolis menaikkan harga maka akan kehilangan konsumen karena oligopolis lain tidak menaikkan harga dan akan mendapat tambahan konsumen dengan tanpa melakukan reaksi apapun. Hal ini menyebabkan kurva permintaan yang dihadapi oligopolis merupakan kurva yang patah (kinked demand curve).
Karakteristik pasar oligopoly :           
•           Hanya terdapat sedikit perusahaan dalam industry.
•           Produknya homogen atau terdiferensiasi.
•           Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi.
•           Kompetisi non harga.
Penyebab terbentuknya pasar oligopoly :
Efisiensi skala besar di dalam efisiensi teknis (teknologi) dan efisiensi ekonomi (biaya produksi). Profit hanya bisa tercipta apabila perusahaan mampu mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis menyangkut pada penggunaan teknologi dalam proses produksi. Kemampuan produsen dalam menempatkan sumber daya secara optimal. Efisiensi ekonomi menyangkut pada biaya produksi. Bagaimana mengatur biaya pada komposisi yang tepat sehingga harga yang dipasarkan merupakan harga yang bisa diterima pasar dan produsen.
Ciri-ciri pasar Oligopoli :
1. Terdapat banyak pembeli di pasar.
Umumnya dalam pasar oligopoly adalah produk-produk yang memiliki pangsa pasar besar dan merupakan kebutuhan sehari-hari, seperti semen, Provider telefon selular, air minum, kendaraan bermotor, dan sebagainya.
2. Hanya ada beberapa perusahaan(penjual) yang menguasai pasar.
3. Umumnya adalah penjual-penjual (perusahaan) besar yang memiliki modal besar saja (konglomerasi).
Karena ada ketergantungan dalam perusahaan tersebut untuk saling menunjang. Contoh: bakrie group memiliki pertambangan, property, dan perusahaan telefon seluler (esia)
4. Produk yang dijual bisa bersifat sejenis, namun bisa berbeda mutunya.
Perusahaan mengeluarkan beberapa jenis sebagai pilihan yang berbeda atribut, mutu atau fiturnya. Hal ini adalah alat persaingan antara beberapa perusahaan yang mengeluarkan beberapa jenis produk yang sama, atau hamper sama di dalam pasar oligopoly
5. Adanya hambatan bagi pesaing baru.
Perusahaan yang telah lama dan memiliki pangsa pasar besar akan memainkan peranan untuk menghambat perusahaan yang baru masuk ke dalam pasar oligopoly tersebut.
Diantaranya adalah bersifat kolusif, dimana antar pesaing dalam pasar oligopoly membuat beberapa kesepakatan masalah harga, dan lain-lain. Perusahaan baru akan sulit masuk pasar karena produk yang mereka tawarkan meskipun mutu dan harganya lebih unggul, tapi peranan Brand image melalui periklanan mengalahkan hal tersebut.
6. Adanya saling ketergantungan antar perusahaan (produsen).
Keuntungan yang didapatkan bergantung dari pesaing perusahaan tersebut. Yaitu adanya tarik menarik pangsa pasar (Market share) untuk mendapatkan profit melalui harga jual bersaing sehingga tidak ada keuntungan maksimum.
7. Advertensi (periklanan) sangat penting dan intensif.
Untuk menciptakan brand image, menarik market share dan mencegah pesaing baru.
Peranan koperasi dalam pasar jenis oligopoly.
Regulasi/Price agreement.
Untuk mencegah persaingan harga yang ekstrim, beberapa perusahaan atau pemerintah menetapkan aturan mengenai harga standar sehingga tidak ada persaingan harga yang mencolok.
Peran koperasi di didalam pasar oligopoly adalah sebagai retailer (pengecer), dikarenakan untuk terjun ke dalam pasar oligopoly ini diperlukan capital intensive (modal yang tinggi). Koperasi dapat berperan sebagai pengecer produk berbagai jenis dari beberapa produsen. Keuntungan diperoleh dari laba penjualan.

Contoh kasusnya adalah persaingan antar perusahaan telekomunikasi seluler yang tidak mempunyai etika dalam mempromosikan produknya. Baik di media cetak maupun elektronik. Mereka secara tidak langsung menyindir pesaingnya dengan iming-iming tarif telepon yang lebih murah, padahal harga murah belum tentu kualitasnya juga bagus karena banyak perusahaan telekomunikasi seluler yang mempromosikan tarif murah namun kualitasnya juga murahan. Misalnya tarif telepon gratis dari pukul 00.00 – 08.00, kenyataannya memang gratis namun tiap 10 menit akan putus dengan sendirinya dan untuk menelpon kembali akan sulit menyambung. Adapun operator yang menetapkan tarif murah namun jaringannya jelek atau ada juga yang mengiming-imingi bonus tapi pada kenyataannya terdapat syarat dan ketentuan yang susah. Itulah contoh dari ketidakmampuan perusahaan telekomunikasi seluler dalam menghadapi pasar persaingan oligopoli. Mereka lebih cenderung berorientasi pada laba tanpa melihat etika dalam berbisnis yang baik.



sumber : https://thiyo90.wordpress.com/2012/01/03/kaitan-etika-bisnis-dengan-pasar-oligiopoli-dan-pasar-monopoli/

Sabtu, 15 Oktober 2016

NORMA & ETIKA DALAM PRODUKSI

  Pengertian
Etika adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salah. Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan menambah nilai guna barang dengan menggunakan sumberdaya yang ada
Jadi, Etika Produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar dan salahnya hal hal yang dikukan dalam proses produksi atau dalam proses penambahan nilai guna barang. Etika secara sederhana adalah studi mengenai hak dan kewajiban manusia, peraturan moral yang dibuat dalam pengambilan keputusan dan sifat alami hubungan antar manusia dan alam. maka etika produksi yang diperhitungkan adalah:


1.   Nilai (aturan main yang dibuat pengusaha dan menjadi patokan berbisnis).
2.   Hak dan kewajiban (menerima dan menggaji karyawan, membayar pajak dansebagainya).
3.   Peraturan moral (Peraturan moral menjadi acuan tertulis yang sangat penting bagi pengusaha ketika mengalami dilema atau permasalahan, baik internal atau eksternal).
4.    Hubungan manusia (memprioritaskan perekrutan karyawan dari masyarakat disekitar perusahaan, menghargai hak cipta, dll).

5.   Hubungan dengan alam (ikut mengelola lingkungan hidup dan mengelola limbah sisa hasil produksi).

Pentingnya Etika Produksi

Dalam proses produksi, sebuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharusnyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal-hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Contohnya produk produk tembakau telah menewaskan 400.000 warga amerika setiap tahun. Jumlahnya lebih banyak dari pada jumlah total penderita AIDS, korban kecelakaan, pembunuhan, bunuh diri, narkoba, dan kebakaran. Kasus produk Korek (geretan) BIC corporation yang tidak layak digunakan tapi tetap dijual dan akhirnya digunakan konsumen, akhirnya terjadi kecelakaan kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.banyak kecelakaan kecelakaan lain terjadi diakibatkan barang yang diproduksi tidak sesuai standar, produk yang sekali pakai langsung rusak, produk cacat dan garansi yang tidak ditepati.

Kecelakaan-kecelakaan ini tentunya merugikan konsumen, karena dengan membeli produk yang dihasilkan produsen tersebut, mereka harus mengeluarkan biaya lebih yaitu untuk membiayai pengobatan jika sakit dan luka, dan megalami kerugian karena kegunaan barang yang diharapkan tidak tercukupi.
Jadi, perusahaan berkewajiban untuk memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud dan konsumen memiliki hak korelatif untuk memperoleh produk dengan karateristik yang dimaksud.
–          Kewajiban untuk Mematuhi
Kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan karakteristik persis seperti yang dinyatakan perusahaan, yang mendorong konsumen untuk membuat kontrak dengan sukarela dan yang membentuk pemahaman konsumen tentang apa yang disetujui akan dibelinya.
Jadi, pihak penjual berkewajiban memenuhi klaim yang dibuatnya tentang produk yang
 dijual. Tidak seperti Wintherop Laboratories memasarkan produk penghilang rasa sakit yang oleh perusahaannya diklaim sebagai obat nonaddictive (tidak menyebabkan ketergantungan). Selanjutnya seorang pasien yang menggunakan produk tersebut menjadi ketergantungan dan akhirnya meninggal karena over dosis.
–             Kewajiban untuk MengungkapkanPenjual yang akan membuat perjanjian dengan konsumen untuk mengungkapkan dengan tepat apa yang akan dibeli konsumen dan apa saja syarat penjualannya. Ini berarti bahwa penjual berkewajiban memberikan semua fakta pada konsumen tentang produk tersebut yag dianggap berpengaruh kepada keputusan konsumen untuk membeli. Contoh, jika pada sebuah produk yang dibeli konsumen terdapat cacat yang berbahaya atau beresiko terhadap kesehatan dan keamanan konsumen, maka harus diberitahu.
–          Kewajiban untuk Tidak Memberikan Gambaran yang Salah
Penjual harus menggambarkan produk yang ia tawarkan dengan benar, ia harus membangun pemahaman yang sama tentang barang yang ia tawarkan di piiran konsumen sebagaimana barang tersebut adanya. Jangan sampai terjadi Misrepresentasi bersifat koersif , yaitu, seseorang yang dengan sengaja memberikan penjelasan yang salah pada orang lain agar orang tersebut melakukan sesuatu seperti yang diinginkannya, bukan seperti yang diinginkan orang itu sendiri apabila dia mengetahui yang sebenarnya. Contoh: pembuat perangkat lunak atau perangkat keras computer memasarkan produk yang mengandung ‘bug’ atau cacat tanpa memberitahu tentang fakta tersebut. Contoh lainnya, produk bekas dikatakan produk baru; salah satu perusahaan memberi nama salah satu produknya mirip dengan merek produk perusahaan lain yang kualitasnya lebih baik agar konsumen bingung.
–             Kewajiban untuk Tidak Memaksa
Penjual berkewajiban untuk tidak memanfaatkan keadaan emosional yang mungkin mendorong pembeli untuk bertindak secara irasional dan bertentangan dengan kepentingannya, tidak memanfaatkan ketidaktahuan, ketidakdewasaan, kebodohan, atau faktor lain yang mengurangi atau menghapuskan kemampuan pembeli untuk menetapkan pilihan secara bebas.



sumber :
https://niaariyanierlin.wordpress.com/tag/etika-produksi/
https://www.scribd.com/doc/290414587/Tugas-3-Norma-Dan-Etika-Dalam-Pemasaran-Produksi-Manajemen-Sumber-Daya-Manusia-Dan-Finansial